Jumat, 18 Maret 2011

sahabat sejati for puput wijayanti, esa sukma pertiwi, dinny ardianti, adearfiani pitaloka, hakika lianda dan astrid puteri novianti :)

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Sahabat Sejati adalah salah satu yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Sahabat Sejati akan selalu memotivasi dan membangkitkan kita manakala sedang terjatuh, membantu kita manakala sedang kesusahan dan memerlukan bantuan, mengingatkan kita manakala kita salah dalam melangkah. Dengan sahabat sejati, kita pun akan lebih leluasa untuk saling berbagi; berbagi cerita, berbagi duka, berbagi tawa, berbagi ilmu, berbagi pengalaman, berbagi rahasia, dll.

Namun, alangkah sulitnya untuk mendapatkan sahabat sejati sebab di dunia yang fana ini terlalu banyak persahabatan dan/atau persaudaraan semu karena berdiri di atas pondasi yang rapuh, tolok ukur yang keliru, tolok ukur berupa kepentingan-kepentingan duniawi bahkan dibangun atas dasar kemaksiatan.

Dengan demikian, maka tak heran di zaman sekarang ini kita sering menemukan orang yang berteman/bersahabat hanya karena ada maunya saja dan/atau ketika dalam keadaan senang saja namun ketika keinginannya sudah tercapai dan/atau ketika temannya sedang dalam kesusahan maka tidak segan-segan dia meninggalkan temannya itu karena dianggap (secara duniawi) sudah tidak penting, tidak menguntungkan dan tidak memerlukannya lagi.

Lantas, bagaimanakah kita bisa mengukur persahabatan sejati itu?

Mari kita simak 12 Ciri-Ciri Sahabat Sejati Menurut Imam al-Ghazali di bawah ini:
Jika kau berbuat baik kepadanya, maka ia juga akan melindungimu;
Jika engkau merapatkan ikatan persahabatan dengannya, maka ia akan membalas balik persahabatanmu itu;
Jika engkau memerlukan pertolongn darinya, maka ia akan berupaya membantu sesuai dengan kemampuannya;
Jika engkau menawarkan berbuat baik kepadanya, maka ia akan menyambut dengan baik;
Jika ia memproleh suatu kebaikan atau bantuan darimu, maka ia akan menghargai kebaikan itu;
Jika ia melihat sesuatu yang tidak baik dari dirimu, maka akan berupaya menutupinya;
Jika engkau meminta sesuatu bantuan darinya, maka ia akan mengusahakannya dengan sungguh-sungguh;
Jika engkau berdiam diri (karena malu untuk meminta), maka ia akan menanyakan kesulitan yang kamu hadapi;
Jika bencana datang menimpa dirimu, maka ia akan berbuat sesuatu untuk meringankan kesusahanmu itu;
Jika engkau berkata benar kepadanya, niscaya ia akan membenarkanmu;
Jika engkau merencanakan sesuatu kebaikan, maka dengan senang hati ia akan membantu rencana itu;
Jika kamu berdua sedang berbeda pendapat atau berselisih paham, niscaya ia akan lebih senang mengalah untuk menjaga.
Nah.. apakah kita telah memiliki sahabat sejati seperti itu? Emh.. bukankah akan lebih baik jika kita introsfeksi diri dulu, apakah diri kita sendiri sudah layak disebut sahabat sejati?..

akan menjadi novel ku :)

Bab Satu 


Bergetar hati ini saat mengingat dirimu
Mungkin saja diri ini tak terlitah oleh mu
Aku pahami itu,
Bagaimana caranya agar kamu tau bahwa
Kau lebih dari indah di dalam hati ini
Lewat lagu ini ku ingin kamu mengerti
Aku sayang kamu, ku ingin bersamamu
Meski ku tak pernah tau
kapan kau ‘kan mengerti
Ku coba tuk berharap,
(nikita willy-lebih dari indah)

Dear diary saat ini aku lagi berkhayal tentang seorang cowok kakak kelas aku, aku selalu membayangkan wajahnya yang sangat manis dan polos itiu. Aku selalu berharap suatu saat nanati dia akan sadar bahwa selama dua tahun belakangan ini ada seeseorang yang selalu memperhatikannya diam-diam. Ya bisa di bilang secret admire.

“tok-tok-tok” terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamarku saat aku sedang asik curhat di laptop ku sambil mendengarkan lagu-lagu yang sengaja ku dengarkan untuknya.
“iya tunggu sebentar, siapa?” sahut ku pada orang itu.
“ini kakak, bukain dong gue pinjem laptop lo sebentar ada perlu de boleh ga? Tadi gue udah bilang ma ayah.” kata seseorang di balik pintu itu dan ternyata ia kakak ku yang sangat menyebalkan dan senang mengusik kenyamanan ku.
Dengan gaya lemah letih lesu dan lunglai, aku hendak menghampiri pintu kamarku yang berada tak jauh dari meja belajar ku.
“mau ngapain sih lo kak, ganggu gua aja! Gue kan juga lagi make tau!” gerutuku sebal kenyamananku terusik olan kedatangan makhluk paling membosankan sedunia ini. Namun dia hanya mebalas kata-kata ku melalui senyum manis yang terdapat kedua lesung pipi itu. Lalu ia hendak menghampiri meja belajarku yang masih ku nyalakan laptop ku karena aku juga sedang memakainya.
“eh kak, awas lo ya main ambil-ambil aja! Minggir gue mau save file dulu!” perintah ku padanya saat hendak mematikan laptop pink kesayanganku itu.
“duileh nyang lagi nulis diary cinte untuk idola kesayangan, sampe sewot begitu mbak. Hehe” ejekannya yang selalu ku enggan untuk besikap manis di hadapannya. Jangankan besikap manis, senyum saja aku malas.
Dengan menyerahkan apa yang dia inginkan lansung saja aku mengusirnya keluar melalui kata-kata pedasku.
“ini! Pergi sekarang kalo ga gue teriak nih biar ayah marahin lo!” ancam ku padanya.
Dia pun mengerti dengan kata-kata ku barusan dan langsung berbalik arah menuju pintu sambil menyayikan lagu yang sangat mambuat ku jengkel.
“biar Anis ini yang pergi bila tak juga pasti. Adakah selama ini Anis CINTA SENDIRI. Biar Anis menipi bukan lelah menanti, namun apalah artinya CINTA PADA BAYANGAN! pedih Anis rasakan kenyataanya CINTA TAK HARUS SELALU MILIKI....!!! houwoooo....”
Dengan nada tak jelas dan ada beberapa kata-kata yang ia ucapkan keras-keras namun tak ku pedulikan. Memang benar lagu iyu sedikit cocok untuk keadaan hatiku saat ini pada kakak kelasku itu. Lagu ‘kahitna’ yang berjudul “cinta sendiri”
* * *
Saat istirahat dikelas ku tidak begitu penuh seperti saat belajar efektif tadi. Hanya beberapa orang saja yang betah di kelas termasuk aku ini. banyak siswa yang keluar. Ada yang nongkrong di kantin, wc kamar mandi, koprasi sekolah, perpus, lapangan, taman samping kantin bahkan ada yang mejeng di depan ruang guru. Sekolahku memang not bad dalam bidang study. Anak-anak disini rata-rata mempunyai kemampuan otak yang menurutku lumayan cerdas. Aku sendiri heran mengapa sekolah ini mau memilih siswi yang standart seperti ku ini. Ya mungkin itu suatu keberuntunganku dan aku wajib mengucapkan terima kasih kepada yang maha kuasa.
“dorrrr...” teriak Fery teman sekelas ku yang sama jailnya seperti kakak ku Raka Si jalangkung satu itu. Yap, sebutan ku padanya.
“hayo hayo lagi ngelamunin siapa. Pasti si kakak itu ya?” tudingnya padaku.
“ah elo fer, gue kira siapa” jawabku tak menghiraukan tudingannya padaku.
“ah elo nih nis udah kaya sama siapa aja deh pake segala basa-basi gitu. Bengong kenapa sih lo? Serius amat kayaknya” tanyanya padaku sambil duduk di samping bangku ku yang sedari tadi kosong.
“Engg.. enggak tadi gue lagi mikirin si albin kelinci gue udah di kasih makan belum ya sama mba asri” jawabkku mengelak, yang jelas saja aku berbohong padanya. Satu-satunya alasan mengapa aku bengong saat di sekolah ya hanya terdapat satu faktor, yaitu Iqbal. Cowok yang sejak SMP aku sukai dan sekarang aku pun bertemu dengannya lagi disekolah ini.
“Ah, elo nih pake bohong segala. Udahlah cerita aja kali ma gue. Lo lagi mikirin si Iqbal kan yang ketua rohis dan marawis itu?”
“hehehee.. stt, jangan keras-keras ah ntar kalo orangnya lewat gimana?”
“alah seantero sekolah juga tau kali kalo Anis Nur Azizah kelas XI ipa3 tuh fans sejatinya Iqbal Nur Ihsan XII ips2 sang ketua Rohis SMAN 213 Jakarta. Cuma dianya aja yang bego atau kelewat dan terlalu alim bilang kalo cuma ada salah paham aja, sampe lo di kira suka sama dia. Dasar si Iqbal yang polos. Ckckk” nyerocosnya pada ku yang membuat aku kembali bengong memikirkan prince charming ku kembali.
Kapan ya dia sadar dan mau nerima gue sebagai satu-satunya cewek yang sungguh-sungguh sayang dan super perhatian sama dia. Batinku dalam hati menahan air mata yang sudah lama ku bendung dan tak pernah ku keluarkan saat sedang memikirkannya di depan orang lain, terutama Ferdy.
“woy, lagi-lagi ngelamun, hati-hati lo ntar kesambet bangku kosong disebelah lo aja.”
“loh bukannya bangku kosong sebelah gue sekarang penghuni gelapnya elo ya fer..” kataku sambil nyengir kuda.
“ah rese lo” jitakannya mendarat tepat di kepalaku.
Terdengar bunyi bel sekolah yang mengingatkan siswa-siswi agar segera kembali ke kelasnya masing-masing. Ferdy pun beranjak dari bangku ku dan kembali ke tempat duduknya yang berada di pojok belakang sebelah kanan. Dia sangat menyukai tempat itu. Selain tempat itu tidak terlalu terlihat guru yang sedang mengajar, dia juga bisa dengan mudah tidur lelap tanpa terlihat guru.
“nis, lo udah tau berita tentang pangeran lo belum?” tanya Ica teman sebangku ku yang mempunyai otak yang cukup cerdas dan selalu mendapat juara satu di sekolah ini.
“siapa? Kak’ Ibal?” kataku padanya.
“iyalah emang ada berapa banyak sih pangeran berkuda [utih lo di sekolah ini? Udah tau berita tentang dia belum nis? Kalo belum tau lo pasti kaget deh dengarnya”
Aku heran mengapa dia mau mengajak ku ngobrol saat pelajaran kimia berlangsung, dan biasanya saat aku minjem tipeX pada pelajaran ini dia mengacuhkanku seolah tidak ada orang di kelas ini selain dia dan guru kimia ku Bapak Suardi yang sangat terkenal dengan kuku macannya bila ada siswa yang tidak memperhatikannya saat jam pelajarannya berlangsung.
“hemm.. engga. Emang ada apa ca?”
“aduh gue jadi ga enak ngomongnya sama lo nih takut lo tersinggung dan marah sama gue.”
“loh? Emangnya kenapa? Bukannya tadi lo sendiri yang mau ngasih tau gue. Kok sekarang jadi ga enak gini?” tanya ku semakin heran dengan sikapnya.
“hemm.. jadi gini nis..”
Saat ica sedang ingin menjelaskan sesuatu kepadaku tiba-tiba saja spidol melayang di meja kami. Aku dan ica sama-sama kaget dan spontan menjerti. Dan seketika saja suara ketawa anak-anak menggelegar dan membuat ku menjadi malu dan takut. Pak Swardi pun menghampiri kami dengan tatapan garang. Aku dan ica hanya bisa diam dan tidak tahu harus berbuat apa.
“kenapa kalian ngobrol pada saat pelajaran saya berlangsung. Apakah ada yang menyuru kalian berdiskusi?!”
Kami hanya bisa diam saat sang guru kiler itu sedang marah dan kami disuruh mengobrol diluar. Ya harus gimana lagi dari pada bertahan itu sama saja kita nyari mati. Akhirnya kami un keluar dari kelas.
“huft.. maaf ya nis gara-gara gue lo jadi ikutan keluar. Bodoh banget gue ngobrol pada saat belajar kimia. Gue takut nilai gue jelek nih” kata ica.
Hah nilai jelek? Nilai terendah kimianya aja 95 gimana bisa dapet jelek. Kalo yang patut was was itu seharusnya gue. Kimia aja remed mulu ditmbah etauan ngobrol di kelas. Mau jadi apa nilai gue nanti? Batinku.
“oh iya gapapa kok emang salah gue juga, kalo ga karna lo mau cerita masalah Iqbal lo pasti ga akan di giniin sama guru kiler itu. Udah santai aja nilai lo akan bai-baik aja kok. Selama ini kan lo ga pernah yang namanya remedial.” Kata ku menenangkan dia.
“oia, tadi lo mau ngomong apa?” tanya ku padanya.
“hah? Lo serius mau beneran ngobrol setelah lo digituin sama itu guru? Lo mikir dong bukannya merenungin perbuatan kita tapi lo malah cuek bebek gitu!” katanya sedikit agak meninggi.
Ish gila nih orang dia yang ngajak gue ngobrol beneran kok jadi gue yang diomelin sama dia? Ga terbalik tuh? Dasar anak aneh. Ckckk.. Batinku lagi.
Tidak lama setelah kami keluar dari kelas bel pulang pun akhirnya berdering.
“akhirnya renungan kita selsai juga. Ayo nis kita masuk dan minta maaf sama pak’ swardi” serunya padaku lagi.
“eh, engg.. iya iya duluan aja deh” kataku sambil menatapnya heran.
Ckckk.. bener-bener ameh ni orang. Tadi baik, trus galak banget abis itu baik lagi. Maunya apaan sih si bocah! Bikin kesal aja!! Batinku lagi lagi.
* * *
Di depan gerbang sekolah aku menunggu kakak ku menjemput ku. Ini juga kalo bukan karena ayah yang menuruh kak’ Raka menjemput, aku ga akan mau nunggu dia sampai satu jam begini. Saat ini sudah tidak ada orang lagi yang berada di sekolah. Dan pak ujang satpam sekolah pun ingin menutup gerbang.
“belum pulang neng?” tanyanya padaku saat aku hendak menelpon kakak ku.
“eh pak ujang, engga pak lagi nunggu kakak saya jemput nih tapi belum dateng-dateng juga sampe sekarang.” Jawab ku jujur.
“ah yakin neng? Ga di jemput pacarnya?” sindirnya padaku.
“yee, si bapak nih. Mau ditutup ya pak gerbangnya?”
“iya nih neng, masih lama dijemputnya? Bapak mau sholat ashar dulu di dalem” ujar pak ujang.
“oh yaudah pak di tutup aja biar saya tunggu di warung depan aja deh” kata ku sambil beranjak dari depan pos satpam dan hendak keluar gerbang.
“tiiiiiinnnnn...” bunyi tlakson motor yang berada di samping ku.
“heh! Apa-apaan sih main tlakson-tlakson aja. Budek nih kuping gue tau! Gerutu ku kesal padanya,
Tiba-tiba seorang yang memakai motor ninja berwarna merah itu membuka kaca helm-nya.
“lo Anis bukan adiknya Raka?” tanyanya langsung tanpa basa-basi.
“iya, kok lo tau? Tau dari mana? Emang lo siapa? Lo bukan penculikkan? Aku langsung mengintogasinya tanpa sadar dia malah meng avuhkan pertanyaanku tadi. Pah ujang yang sedari tadi menatap ku dan cowok ga jelas ini senyum-senyum sendiri.
“itu cowoknya udah jemput neng, langung naik aja jangan di marahin kasian mas Bagasnya.” Teriak satpam itu sambil mengunci gerbang sekolah.
Aku tidak menghiraukan apa kata satpam itu. Saat ini yang sedang aku fikirkan adalah siapa cowok yang berada di depan ku ini dan mengapa dia mengenal ku juga kakak ku. Aku sangat terkejut ketika dia menarik tangan ku dan memakaikan helm di kepalaku lalu menyuruh ku menaiki motornya.
“jangan kebanyakan bengong, setan ada dimana-mana. Lo ga mau kena hipnotis orang jahatkan? Sekarang naik dan pegangan, gue ga punya banyak waktu untuk cewek manja dan banyak tanya kaya lo! Tenang aja gue bukan orang jahat kok” seketika dia menarik tangan ku dan melingkarkan ke perutnya.
Motor melaju cepat bagaikan angin. Jujur saja ini bukan baru pertama kali aku merasakan maut begitu dekat, karena kakak ku pun begitu saat memboncengku. Di jalan aku dan dia hanya diam saja. Jelas saja aku diam, aku saja tidak tahu siapa dia dan datang dari mana.
Hanya butuh waktu 30 menit untuk menuju rumahku. Untung saja jalanan tadi tidak macet jadi aku gaperlu lama-lama berada dengan cowok misterius ini.Akhirnya sampai juga di depan rumah ku. Aku segera turun dan menyerahkan helm itu kepada pemiliknya. Namun setelah dia menerima helm itu dan melingkarinya di lengan sebelah kiri, langsung saja dia pergi dan tanpa sepatah katapun meninggalkan ku begitu saja.
“DASAR COWOK ANEHHH!!!” teriak ku padanya kesal. Namun setelah aku berteriak seperti itu ibu ku keluar dan menatap ku heran.
“kenapa teriak-teriak nis?” tanya ibu ku dari depan pintu dan hendak membukan pagar untuk ku. “kamu pulang sama siapa? Ga dijemput Raka?”
Aku tidak menjawab pertanyaan ibu ku. Dan setelah pagar terbuka aku langsung masuk rumah dan kekamar ku hendak mencari laptop ku. Namun tak ku temukan.
“ibuuu... laptop aku mana? Kok ga ada?” teriak ku pada ibuku yang entah sekarang berada di mana. Mungkin saja di kamar mandi dan tidak mendengar teriakanku.
* * *
Aku ga ngerti kenapa ya hari ini tuh banyak banget orang yang ngeselin seperti si ica dan ‘cowok aneh’ itu sampai malem ini pun kakak ku belum juga pulang. Aku hanya sedang memandangi bintang-bintang di dalam kamarku. Warna biru dan ada smile-nya itu yang paling ku sukai. Sejak kecil aku memang suka sekali dengan bintang-bintang yang bertaburan di langit. Apa lagi kalo ayah ku mengajak kami liburan ke bandung dan kita mampir ke lembang dan bukit bintang. Suasananya membuat jiwa ku tenang. Sejak saat itulah aku mulai menyukai bintang dan pernak-perniknya. Bagiku bintang itu adalah hidup ku 
“brum..brumm..” terdengar suara motor kakak ku yang sedang memasuki halaman rumah ku. Aku buru-buru turun dan menghampiri kakak ku sambil setengah berlari.
“KAKAKKKKK....!!!” teriakkan ku menggema di ruang tengah saat ia hendak masuk ke dalam rumah.
“woy, gue belum budek kali! Apaan sih lo teriak-teriak kaya di hutan aja” jawabnya santai sambil membuka jaket jins biru yang aku belikan saat ulang tahun dia tahun lalu. Itu juga dengan diskon yang sangat-sangat murah.
“lo kenapa ga jemput gue tadi! Gue tuh nungguin lo atu jam sampe gerbang sekolah tutup tau ga sih lo. Kalo lo ga bisa jemput gue sms kek kasih kabar biar gue bisa pulang sendiri tanpa harus lo jemput!” gerutu ku kesal dengan nada tinggi di hadapannya. Untung saja ayah lagi pergi dinas ke bandung selama seminggu penuh. Dan ibu ku sepertinya sedang asik dikamar. tak tau dia mendengar teriakak ku atau tidak. Habis dia tidak keluar kamar.
“oh itu, sini duduk dulu dek kakak capek banget nih. Baru juga gue pulang kuliah trus langsung kerja” ajaknya sambil duduk di sofa ruang tengah. Terpaksa aku menurutinya, habis aku kasian juga melihat dia ke capean seperti itu. Bisa-bisa kalo dia saki aku yang di marahi ibu ku.
“coba cepet jelasin!” kataku nyolot dengan nada keras.
“hape gue mati dek, jadi gue ga sempet kasih kabar sama lo. Tadi abis kuliah gue lupa ada kelas tambahan sampe jam 4, itu juga gue telat masuk kerja. Untung ada temen kerja gue yang kebetulan rumahnya sejalur sama sekolahan lo dan dia bersedia nganterin lo pulang. Gimana udah kenalan?” ujarnya padaku.
“temen lo itu aneh. Dateng-dateng keselokah gue klakson motornya di bunyiin tepat disamping gue. Guekan bisa-bisa budek mendadak. Udah gitu main nyeret-nyeret gue lagi naik motornya. Emang gue apa, kalo dia salah orangkan bisa berabe urusannya. Udah gitu di jalan gue di ajak ngebut sama dia. Pas nyampe rumah tanpa sepatah katapun dia main ninggalin gue gitu aja. Emang gue apaan? Kurang ajar banget sih tuh cowok!”
“hhahahaaa... kasian kasian kasian. Sabar aja ya adek ku sayang. Dia juga lagi ada keperluan makannya buru-buru. Masih mending dia mau nganterin lo pulang sampe depan rumah. Kalo lo di turunin di tengah jalan gimana? Aslinya baik banget lagi dek.” Katanya sok bijak padahal kalo dia ngomong seperti ini rasanya sangat tidak pantas.
“mau baik kek, bertanggung jawab kek, bodo amir gue sebel dan kesel abis sama dia. Ga sopan! Ga punya tatakrama dan jiwa ramah sama cewek secantik gue ini. Huh,” kata ku sambil memonyongkan bibir.
“udah ya gue mau mandi dulu. Lo masih betah duduk di samping gue yang bau keringet gini”
“hah betah? Sorry ya gue mau tidur!” ucapku sambil beranjak pergi dari sampingnya. Kakak ku itu memang ada sisi baiknya, ya kalo lagi di ajak ngobrol serius dia nanggepinnya seperti psikolog dan pasiennya. Tapi kalo dia lagi bercanda, jangan di tanya deh!
* * *
“Triiingggg....” bunyi alarm di handphone ku berbunyi. Dan sudah sangat ku hafal nadanya. Bagaimana tidak, setiap pagi hari aku selalu terbangun karena nadanya yang keras dan selalu berada di bawah bantal ku.
“aduh, jam berapa nih?” tanyaku pada ruang kamar ku sambil menatap jam dinding yang berada di dinding depan tempat tidur ku.
“Ah masih jam setengah lima, nanti aja deh 15 menit lagi.”
Aku pun menarik kembali selimut ku yang sudah terbuka setengah badan dan memejamkan mataku. Namun bukannya aku bangun jam 5 kurang 15 belas tapi au malah bangun jam 6 lewat lima belas. Jelas saja itu sangat-sangat terlambat.
“ibuuu.... aku telatttt..!!!” seru ku setelah menyadari bahwa tidur ku keterusan sampai jam 6 lewat. Ini sangat sangat nightmare! Karena di hari rabu ini yang piket adalah bi siti khomariah yang sangat terkenal sebagai ibu paling di siplin seantero sekolah. Kalo berurusan sama dia jangan harep masalah lo cepet selsai deh. Ckckk..
Langsung saja aku lari terbirit-birit menuju kamar mandi yang untung saja kamar mandi rumahku tidak begitu jauh letaknya dari kamar ku. Tidak sempat mandi dan aku hanya cuci muka, ketiak dan sikat gigi saja. Hehe.. itu sudah men jadi tradisi semua orang kalo sedang terburu-buru tak hanya aku saja kok yang jorok seperti ini. Kalian pasti juga akan mengalami seperti ini jika keadaan mendesak. Jujur!
Hanya dalam waktu kurang dari 5 menit saja aku sudah keluar dari kamar mandi. Lalu cepat-cepat menuju kamar ku untuk bersalin pakaian sekoalah hari ini. Setelah memakai kemeja putih dan rok rempel warna abu-abu, sebetulnya sih kalo di lihat dengan kasat mata rok SMA ku ini warnanya itu biru muda seperti rok anak-anak farmasi (itu loh sekolah khusus apoteker yang suka meracik obat-obatan).
Setelah selesai memakai seragam SMA ku kini saatnya aku merapihkan buku-buku pelajaranku yang semalam belum sempat ku rapihkan karena menunggu kakak ku pulang dan mengobrol dengannya hingga larut malam. aku lupa ingatan sejenak karena terlalu panik, langsung saja memasukan buku-buku pelajaran yang berada ada di atas meja belajar ku. Akhirnya dalam waktu 10 menit saja aku sudah siap berangkat kesekolah.
“upss, gue lupa meke sepatu lagi. Hadeeh.” Ucapku sendiri. Akhirnya aku naik ke atas kamarku lagi mengambil sepatu ripcurl yang di belikan kakak ku saat kami jalan ketampur. Kakak ku memanga agak royal masalah belanja. Beruntung juga ya cewek yang jadi pacarnya dia. Hehe.
“oke udah siap tinggal berangkat kesekolah aj. Semoga gerbang belum di tutup sama mang ujang” doa ku hendak pergi dari rumah dan segera meluncur bersama tukang ojek yan mangkal depan kompleks perumahanku. Aku tidak sempat pamitan sama ibu ku habis dia tadi tidak ku lihat. Jadi aku hanya pamit sama mbak asri yang lagi mejeng depan teras nungguin mas tumijo kekasih gelapnya.
Pukul 7.35 aku baru sampai di depan gerbang sekolah ku, aku hendak masuk ke are parkir sekolah. Namun nasib sial lagi-lagi datang padaku. Bu siti yang sedang mejeng depan meja piket telah milihat ku.
“ehem..” sindirnya di samping ku.
“eh ibu, ga ngajar bu?” seolah tidak merasa melakukan kesalahan aku menegurnya seperti itu.
“kamu punya jam anis nur azarra?” tanyanya. Aku melihat pergelangan tanganku, namun karena tadi terburu-buru aku lupa memakai jam tangan barbie kesukaanku.
“waduh, ketinggalan bu. Emangnya ada apa ibu bertanya seperti itu?”
“pantas saja kamu tidak tahu ya pukul berapa sekarang. Kamu terlambat 5 menit anis. Tidakkan kau sadar itu?” ucapnya dengan nada sedikit meninggi.
“yah ibu, baru telat 5 menit aja masa ibu udah kaya gini sih bu. Ayolah bu kan di buku peraturan siswa sekurang-kurangnya telat 5 menit bu. Berarti saya ga dapet hukuman kan bu?” rayu ku padanya.
“oke untuk masalah telat ibu maafkan. Tapi kini permasalahannya mana vest atau rompimu? Apakan kau lupa menggenakannya juga hari ini?” jelasnya.
Oia aku lupa memakai rompi, hari inikan hari rabu seharusnya aku memeaki rompi setiap hari rabu. Tapi karena tadi aku terburu-buru aku jadi lupa mengenakan rompiku. Matilah aku pasti di hukum sama bu siti. Ckckk..
“kenapa diam!”
“engg.. anu bu, tadi rompi saya jatoh dijalan ke bawa angin” jawab ku berbohong.
“kamu bilang terbawa angin? Jadi harga diri SMA kamu terbawa angin. Sudahlah anis ibu tidak mau banyak bicara padamu lagi. Sekarang kamu..”
“permisi bu, maaf mengganggu sebentar” seseorang memotong pertanyaan ibu siti. Aku sangat mengenal suara itu, dan saat aku menoleh kebelakang ku ternyata dia ‘Iqbal’ cowok yang sangat ku kagumi. Dia memang super eksis dan sangat di senanggi guru. Karena keramahannya, juga tidak luput dari kecerdasannya. Tidak hanya aku dan guru-guru yang menyukainya namun sebagian besar kaum wanita di sekolah ku juga diam-diam ternyata banyak yeng menyukainya. Dan yang paling menonjol salah satunya adalah aku dan teman sekelasnya yang sejak kelas satu SMA memang menggemarinya sama seperti ku ini.
Aku malu sekali di lihat olehnya aku datang terlambat, tidak memakai rompi dan juga sedang di marahi guru ku. Namun sepertinya dia tidak sama sekali memperdulikan aku, memikirkan ku dan juga mau tau apa yang terjadi pada ku. Dia hanya memikirkan bagaimana caranya dia dapat menghubungi bu siti yang sepertinya sudah dari tadi ia cari-cari. Aku sedikit kecewa tidak di perhatikan orang yang selama ini ku perhatikan. Tidak di pedulikan orang yang selaa ini sanagt ku khawatirkan. Aku seperti mencintai bayangan yang memang tidak dapat membalas semua yang ku lakukan pada bayangan itu. Hampa dan hanya sebuah bayangan yang tak berarti. Beginilah cintaku padanya setiap hari. Cinta yang tak di respon dan cinta yang tak pernah di lihat oleh mata indahnya itu.
“iya, ada perlu apa?” tanya bu siti padanya.
“boleh saya berbicara sebentar pada ibu?” jawabnya sambil sedikit berbisik, mungkin saja ada urusan pribadi yang ingin di bicarakannya berdua guru itu tanpa ingin di dengarkan oleh ku.
“kamu tunggu sini ya, jangan kemana-mana ibu akan kembali” ujarnya padaku yang sedari tadi hanya terdiam dan menunduk. Aku hanya dapat mengangguk tanpa berani menegakkan kepalaku karena malu melihat wajah Iqbal.
Mereka berdua pun pergi dari hadapanku dan berjalan ke sisi lain sekolah. Aku hanya dapat memandang mereka tanpa dapat mendengar apa yang mereka bicarakan. Sepertinya Iqbal sedang memohon sesuatu pada bu siti, namun bu siti tidak memperdulikannya. Aku penasaran sekali apa yang sedang mereka katakan, ada masalah apakah yang membuat dia memohon seperti itu. Kalau pun ada maslah padanya aku pasti orang yang pertama yang sangat memperdulikannya.
Setelah beberapa menit aku memperhatiakan mereka akhirnya pembicaraanpun berhenti dengan senyuman indah di bibirnya itu yang memancarkan kebahagiaan. Aku lega sekali meluhat senyumnya, karena itu artinya ada sedikit kebahagiaan dalam hati ku yang aku sendiripun sulit untuk menerjemahkannya dalam kata-kata. Bu siti melirik ku tajam badi kejauhan, sedakan dia pergi meninggalkan bu siti setelah mencium tangannya tanda penghormatan.
Kini jantungku pun mulai berdebar kembali melihat tatapan sinis bu siti yang mematikan itu, wajahnya yang seram di tambahlagi tatapan tajam menuju wajahku menjadi sebuah tanda tanya besar dalam hati ku, ada apa ini?
Ia menghampiriku dan mengucapkan “kali ini kamu lolos, cepat kembali ke kelas mu dan jangan banyak bertanya.” Perintahnya padaku yang tak ingin ku tanyaka mengapa walau di hati ku penuh tanda tanya besar. Apakah yang membuatnya berubah fikiran secepat itu? Tidak mungin karena setelah berbica dengan Iqbal impossible.
Aku berjalan menuju kelas ku ke ruang 204 yang letaknya di lantai 2, ruang itu adalah ruang geografi. Dan guru bidang study yang mengajar adalah wali kelas Iqbal makanya aku sangat suka pelajaran ini walau tidak terlalu mengerti. Setelah sampai di depan kelas aku mengetuk pintu dan memberikan salam, tak ada jawaban lalu aku pun langsung masuk saja.
“permisi pak, maaf saya terlambat” kata ku setelah membuka pintu.
“oh iya tidak apa-apa jangan di ulangi lagi ya nak” jawabnya pada ku lembut. Sebenarnya ini juga yang menjadi alasanku mengapa menyukainya. Selain baik, dia juga tidak pernah marah-marah mau pun memberikan hukuman pasa siswa. Guru-guru seperti inilah yang membangun semangat siswa untuk belajar dari dalam hati.
Aku mengikuti pelajaran hari ini seperti biasa. Mengobrol, bercanda, teriak sana-sini, ketawa-tawa dan masih banyak lagi yang menurut ku itu sudah biasa dan setiap hari ku lalui. Namun di tengah pelajaran agama aku kembali teringat tentang kejadian tadi pagi, tanda tanya besar di hati ku belum sempat terjawab. Kak Iqbal, ada apa dengannya? Tanya ku dalam hati.
Untung saja pada pelajaran agama aku hanya dapat mendengarkan bu siti berceramah jadi tidak perlu khawatir kalo ketahuan sedang melamun, toh banyak yang lain yang sama seperti ku dengan caranya mengajar seperti mendongengkan anak kecil yang ingin bobo siang.
Aku ingin pipis dan menuju toilet. Toilet di sekolah ku yang khusus siswi perempuan memang bersebelahan dengan toilet lak-laki. Sebelum ke toilet wanita terlebih dahulu melewati toilet laki-laki. Aku berjalan sambil melamun dan tak sengaja menabrak orang yang hendak keluar dri toilet laki-laki.aku mnoleh ke hadapannya hendak ingin meminta maaf, namun saat aku tau orang yang ku tabrak adalah orang yang sedang ku fikirkan. Kata-kata maaf ku tertahan, namun setelah aku memandangnya dia pergi begitu saja. Ica yang berada di sebelah ku dari tadi hanya memangdang ku dengan tatapan polos. Aku jadi teringat kemarin dia ingin mengucapkan sesuatu yang belum sempat ia katakan.
“ca, kemarin lo ingin ngomong apa tentang ‘manusia’ itu?” tanya ku sambil melirik punggung Iqbal.
“oh itu, yaudah nanti aja gue ceritanya. pulang sekolah di warung depan sekolah. Bisa?”
Aku berfikir sejenak apakan pulang sekolah aku ada janji atau tidak.
“bisa sih tapi sambil nunggu kakak gue jemput ya, gapapakan?” jawabku lalu masuk kedalam toilet tanpa menunggu jawaban dari ica.
* * *
Bel berbunyi, aku dan ica keluar besamaan dan menuju ke warung yang letaknya di depan sekolah. Dijalan menuju keluar seperti biasa mataku selalu mencai-cari apakan di dekat ku ada sosok Iqbal. Itu memang sudah menjadi kebiasaan ku sejak SMP dan saat moving class (pindah kelas) aku juga selalu mencari-cari dia. Kadang ketemu namun terkadang juga tidak. Namun kali ini aku kurang beruntung, ternyata aku tidak menemukannya.
Di depan sekolah saat yang ku tunggu-tunggu untuk mendengar cerita ica tentang Iqbal. Mungkin saja menyangkut masalahnya yang ku lihat tadi pagi. Selalu aku yang memulai pembicaraan padanya.
“ca, ayo mana janji lo. Mau cerita apa tentang dia” tagih ku padanya yang sedang menikmati somai abang-abang yang tiap pulang sekolah selalu mangkal di depan gerbang.
“oh gini nis, jadi dia itu wakti itu tuh gue ngeliat dia lagi, hu’ukk.. hu’uukk” katanya tidak jelas dan terputus-putus karena berbicara sambil mengunyah lahap somainya.
“udah deh mending lo selsaiin dulu makan lo. Kasian gue sama lo, muka lo udah merah gitu. Hehee” ledek ku padanya, dia hanya dapat membalas senyum.
Tak lama kemudian dia selesai makan dan melanjutkan oomonagnnya yang tadi sempat terputus.
“jadi gini nis, waktu itu gue ngeliat prince lo pulang sekolah. Hemm.. gimana ya cara ngomong yang enak sama lo. Gue bingung nih takut lo marah sama gue.” Ujarnya terlihat seperti salah tingkah.
“aduh lo jangan bikin gue penasaran deh ca, cepetan bilang dong. Kalo lo ga bilang sekarang sama gue, gue yang akan marah beneran sama lo!” kata ku sedikit kesal dan mengancam.
“eh jangan gitu dong nis, iya iya gue cerita sekarang” jawabnya termakan ancamanku.
“sekarang lo liat ke parkiran deh. Kalo lo ga mau sendiri gue temenin lo deh.” Katanya membuat ku semakin bingung.
“loh buat apa?” tanyaku.
“udah deh lo mau taukan gue mau cerita apa?”
Akhirnya aku menuruti saja apa maunya. Dari pada aku penasaran.
Ternyata di parkiran aku melihat kak Iqbal sedang mengobrol berdua sambil tersenyum dengan Mutiara Auliani, hendak ingin pulang bersama dengannya, teman sekelasnya yang katanya juga naksir sama dia. Aku benar-benar tidak menyangkanya sama sekali. Apa yang ku lihat seperti nightmare yang tak pernah tarlintas sedikit pun difikiranku. Aku sock melihat itu, aku terdiam seperti patung dan tak dapat mengeluarkan sepatah kata pun. Seluruh tubuh ku sepertinya kaku dan tak dapat ku gerakkan sedikit pun. Aku hancur dan sangat-sangat hancur.
Aku lari ke depan sekolah, meninggalkan Iqbal dan juga ica yang dari tadi meneriakkan ‘awas’ kepadaku. Namun aku mengacuhkannya. Dan aku pun hampir tertabrak motor yang melaju kencang. Namun aku malah menaiki motor tersebut, entah apa yang ku lakukan. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aku hanya ingin secepatnya pergi dan tidak mau melihat kejaian paling ku takui itu. Aku ingin cepat menghapusnya dari memori otak ku.
Tanpa aku sadari aku hanyut dalam kesedihan, air mata ku pun mengalir deras. Motor yang ku tumpangi melaju tak tahu ingin membawa ku kemana. Dunia ini rasanya seperti berhenti berputar dan kehidupan kini seperti mati dan tidak tampak lagi. Begitu sedih sampai aku tak tahan menahan sakit yang ku rasakan ini. Aku tak sadar dan akhirnya aku memeluk orang yang membawa ku pergi dari sana. Aku tidak mengenelnya, dan aku tidak peduli dia siapa. Bagi ku dia pahlawan yang telah menyelamatkan jiwa ku dalam kehancuran.
Setelah sekian lama berjalan motor ini berhenti di sebuah taman kota yang belum pernah ku datangi sebelumnya. Terdapat rumput-rumput hijau, pohom-pohin besar dan indah, air terjun buatan, kolam ikan kecil dan terdapat air mancurnya. Namun bagi ku dalam suasana hati yang sedang kacau seperti ini, ini bukanlah sesuatu yang menarik yang ini ku puji. Aku turun dari kendaraan yang membawa ku menuju kesini dan mengusap air mata ku.
Aku melihat seseorang yang berada di depan ku. Sepertinya aku pernah mmelihatnya sebelumnya, namun aku lupa dimana dan kapan aku bertemunya. Dia melepaskan helm yang ia kenakan dan berjalan menuju tempat duduk di depan kolam ikan mini itu. Aku hanya dapat mengikutinya dari belakang, seseorang yang tak ku kenal sama sekali namun dia yang membawa ku ketempat sejauh ini.
Aku duduk disampingnya dan ter diam, aku bingung apa yang ingin ku lakukuan. Dia hanya terdiam memandangi ikan-ikan kecil yang sedang berenang-renang ria dalam kolam sempit itu.
“maaf, lo siapa ya?” tanya ku memulai percakapan.
Namun tak ada jawaban darinya dia hanya terdiam. Aku sangat kesal jika omongan ku tidak di tanggapi dan di abaikan lawan bicaraku. Aku memilih untuk diam saja dari pada nantinya aku kesal dan seperti berbicara pada patung so keep silent.
Setelah sekian lama aku dan dia terdiam akhirnya aku memutuskan untuk pergi meninggalkan nya lalu pulang kerumahku untuk menenagkan diriku. Aku hendak bangun dan beranjak pergi dari tempat duduk ku bersama orang itu. Dan merjalan menuju keluar dan mencari kendaraan umum yang dapat ku tumpangi. Namun aku tidak mengeal daerah sini, aku harus pulang naik apa dan ke arah mana? Aku bertanya pada seorang pedagang emperan yang mangkal dekat halte dapan taman itu.
“bang tau kompleks arabian ga kemana?” tanya ku pada pedagang asongan itu.
“wah itu dimana ya neng saja juga ga tau tuh” jawabnya singkat. Aku ingin bertanya pada orang lain yang berada i situ, namun belum sempat ku tanya dia sudah naik bus kopaja. Sekarang aku tidak tahu lagi harus kemana dan dengan siapa. Orang yang tadi membawa ku ke tempat ini seperti orang bisu yang tidak dapat berbicara apa-apa dan tak bertanggung jawab.
Setelah beberapa lama berfikir aku memutuskan unttuk kembali ketaman itu dan bertanya dengannya. Pokoknya gue harus nanya sama dia bodo amat deh mau dikacangin lagi. Kalo iya, biar gue cemplungin tuh orang ke kolam ikan. Huh. Seru ku dalam hati.
Aku menuju taman sambil terus menatapi orang yang sedang duduk disana. Seorang cowok yang memakai celana levis panjang dan kaos putih bertuliskan ‘jail body inside’ dengan di lapisi almemater berwarna coklat susu dengan menyelempangkan tasnya dan menatap lurus ke kolam ikan itu tanpa bergerak sedikit pun. Dia terlalu larut dalam keheninggan taman dan kesunyian kolam.
“heh! Lo gak gagukan? Gue harap lo ngomong ya dan jawab pertanyaan gue! Dimana kita sekarang!” tanya ku ketus tanpa basa-basi terlebih dahulu.
“sst.. diam!” perintahnya.
Dalam hati ku rasanya ingin sekali aku cekik lehernya dan menyeurkannya kedalam kolam dan membunuhnya perlahan untuk melampiaskan emosi ku saat ini. Tiba-tiba sebuah ide melayang di otak ku, kenapa tidak ku telpone saja kakakku dan menyuruhnya menjemput ku.
Aku mencari-cari hanphone blackberry tourch di dalam tas punggung berwarna ungu. Akhirnya kudapatkan juga handphone ku. Namun setelah menyadari bahwa ternyata handphone ku mati saat pelajaran terakhir, dan aku fikir disinilah klimaks masalah hidupku. Aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang, yang ada aku hanya memasrahkan semuanya pada orang yang duduk seperti patung di hadapanku ini. Dan seketika rinrik-rintik hujan turun dari atas langit membasahi bumi dengan begitu cepat, seperti perasaan hati ku saat ini. Gelap dan berawan, basah dan penuh petir yang siap menyambar segalanya.
Aku dan cowok itu berteduh dibawah saung yang tak jauh dari tempat duduk kami. Berlari-lari kecil dan tetap saja baju ku dan juga blazer hitam yang ku kenakan basah lepek semuanya. Aku memutuskan untuk membukanya dan lalu mengeringkannya. Dari pada terus ku kenakan dan nanti aku malah masuk angin jadi lebih baik ku lepaskan.
Melihat ku menggigil kedinginana cowok itu memberikan almematernya untukku. Aku kaget dan menolaknya,
“ga usah, gue gapapa kok lo aja yang make” ujar ku sambil mengembalikan almet itu.
Namun tanpa ku duga dia memakaikan almet itu di pundak ku, dan seluruh tubuh ku merasa lebih hangat dengan dekapan tagan dan juga wangi parfum cowok ini.
“jangan ngeyel jadi orang. Pake atau kita pulang sambil ujan-ujanan sekarang juga”
Aku hanya bengong mendengar ucapannya itu. Mengingatkan ku pada seseorang, dan wajahnya pun tak tampak asing di mata ku. Sepertinya aku pernah bertemu dengannya sebelumnya. Namun dimana dan kapan aku lupa.
“maksud lo apa sih? Kayanya muka lo ga asing deh. Kita pernah bertemu sebelumnya ya?” tanya ku pada laki-laki itu yang sedang memandangi derasnya hujan. Namun lagi-agi dai hanya terdiam dan mengacuhkan ku lagi. Aku pun jadi mengikutinya diam dan memandang hujan.
“gue itu BAGAS yang ngejmput lo kemaren! Baru sehari aja lupa. Dasar pikun!” kata- katanya mengagetkan ku.
Aku baru sadar dan baru engeh setelah dia menjelaskan pada ku. bagaimana bisa aku melupakannya secepat itu, mungkin karena ke galauan ku membuat penyakit lupa ku muncul secara mendadak.
“oh iya, sorry gue lupa guekan kemaren ngeliat lo cuma dari sekilas aja.” Jawab ku smbil nyengir kuda. Entah mengapa jika mengobrol seperti ini rasanya itu jauh lebih asik dapi dana hanya diam dan diam.
“makanya kalo punya memori jangan di penuhi dengan hal0hal yang engga penting. Lagi puka emang lo ga inget motor dan helm gue apa?” tanyanya.
“engga” jawab ku singkat. “oiya, kita dimana sih?” tanya ku.
“kalo pun gue kasih tau emang lo akan tau?” jawabnya datar.
Ishh.. ngeselin banget sih nih cowok baru tadi gue bilang lebih enak mengobrol. Tapi dia malah buat gue bete lagi. Dasar cowok aneh! Ujar ku dalam hati.
“sorry ya kalo kata-kata gue tadi buat lo bete. Gue ga terbiasa ngomong sama cewek” katanya dapat membaca isi hati ku.
“loh dari mana lo tau dari man kalo gue bete?”
“ya jelas aja tau, orang dari tadi gue liatin lo cemberut” oh my god ternyata dari tadi dia memperhatikan aku. Tanpa aku sadar pipi ku memerah, belum pernah aku di perhatiakn seorang cowok selain ayah dan kakak ku.
“ga usah geer gitu kali. Anggap aja tadi omongan gue kakak lo atau bokap lo yang ngomong melalui gue.” Katanya lagi-lagi dapat membaca hati ku.
Hujan sudah berhenti hanya tinggal rinik-rintik hujan saja. Aku mengambil blazer yang aku keringkan di pojok sana dan mengibas-ngibarkanknya lalu aku tenteng di lengan ku.
“blazer lo udah kering?” tanya bagas padaku.
“belum begitu sih masih sedikit basah. Kenapa emang?” tanya ku balik menanyanya.
“kalo udah kering balikin almet gue, gue juga kedingginan kali”
“nih ambil!” seru ku sambil melepaskan almamater dan melemparkannya pada Bagas.
“biasa aja neng, bisa kali ga di lempar! Dasar ga tau terima kasih udah untung gue pinjemin almed biar lo ga kedinginan malah kaya gini. Kalo bukan karena lo adek temen gue udah gue makan lo!” keluhnya pada ku dengan gaya ingin mencengkram ku. aku tidak memperdulikan apa yang dia bicarakan aku haya mencibirkan bibir ku. itu memang sudah menjadi tradisi jika aku sebal pada seseorang.
“ayo pulang! Lo mau gue tinggal disini?!” ujarnya lalu pergi meninggalkanku.
Dia berjalan duluan membelakangi ku. aku hanya dapat membuntutinya dari belakang dan menatap lurus punggungnya sambil sesekali meledeknya. Memeletkan lidah ku, mengepalkan tangan ku dan mengarahkannya ke kepalanya dan memperlihatkan bokongku. Saking jengkelnya aku pada orang ini!
Di parkiran kami hanya berdiam tanpa sepatah katapun, dia memberikan helm pada ku pun juga tanpa melihat wajahku dan memberikannya memakai tangan kiri. Aku rasa dialah orang yang paling tidak tahu memperlakukan cewek yang sedang galau bagaimana. Lalu kami keluar dari parkiran itu dan melajukannya dengan kencang seperti biasa. Dia memegang tanganku dan melingkarkan di perutnya lagi. Mungkin ini satu-satunya yang dapat dia lakukan pada seorang wanita.
“bukan apa-apa, gue cuma ga mau lo jatoh dari motor dan meninggal gara-gara gue bawa lo ngebut-ngebut. Gue takut di tuntut sama keluarga lo, Ntar gue di masukin penjara lagi.” Uajarnya sambil memegangi tanganku. Mungkin dia juga tahu kalau sehabis dia berbicara seperti itu aku akan melepaskan pelukanku padanya.
“serah lo deh gue ga peduli!!” kata ku di samping kupingnya dengan nada meninggi. Lagi-lagi dia mencoret penilaian baik ku padanya.
Kamu tidak mengetehui seberapa rapuhnya aku saat ku melihatmu bersamanya. Kamu tidak mengetahui bagaimana rasanya mencintai tanpa di cintai. Kamu tidak tahu dan tidak akan pernah mengerti itu. Aku hancur! Seperti debu yang di tiupkan. Aku terus memikirkan dirimu, mengkhawatirkan keadaanmu. Namun kini ku melihat mu bersama orang lain, itu sangat menyakitkan buat ku. dan kau tak kunjung juga menyadari itu. Begitu banyak sanjunganku pada mu, begitu sering ku buatkan puisi indah untuk mu namun kau mengachkanku. Tidakkah kau sadari betapa rapuh hati ku saat ini?
Aku bangun dari tepat tidur ku dan menuju kamar kakak ku yang berada di lantai bawah.sedari tadi aku menunggunya pulang, namun aku terlalu lelah dan akhirnya tertidur lelap di atas meja belajarku. Aku mengetuk pintu kakak ku berkali-kali namun tak juga ada balasan. Aku membuka pintu kamarnya dan teryata tidak terkunci. Lalu aku ambil jam beker yang berada di samping meja tempat tidurnya dam membunyikan di samping kupingnya hingga dia meloncat bangun saking kagetnya. Aku menertawakannya keras-keras, rasanya senang sekali dapat menjaili kakak ku ini.
“ah kampret lo dek gue kira ada alarm kebakaran. Ganggu tidur gue aja sih.” Matanya padaku sambil nyerosos mengkucek-kucek matanya yang terlihat tampak lelah.
“hehe, maaf deh kak. Aku ga bisa tidur dan mau cerita sama kakak. Aku galau banget nih kak” rengek ku dengan nada merintis.
“ada apa sih adek ku yang manis? Lo ga liat sekarang jam dua malem? Udah kaya maling aja deh lo jam segini asih melek. Tidur sana gue capak tau!” perintahnya.
“yah kakak mah, ga ada khaawatir-khawatirnya nih ma gue. Lo ga tau sih apa yang gue alamin tadi tuh bener-bener hal yang paling gue takutin slama ini kak. Ayolah sekali aja” dengan nada yang memelas dan sedikit menggenangkan air mata yang ku tahan sedari tadi akhirnya keluar juga di hadapan kakak ku ini.
“cup cup cup, kenapa sih dek? Kok lo mewek gitu?” dengan nada seperti memanjakan ku dia mengelu-elus rambut ku dan menyandarkannya di bahunya.
“kakak tau ga sih rasanya melihat orang yang kakak sayang selama ini ternyata dia jalan sama cewek lain. Sakit banget tau ga kak”
“siapa? Fatoni? Udahlah dek emang apa sih yang kamu liat dari dia. Cinta itu ga harus memiliki, kalo ada orang lain yang dia suka ya biarkan aja jangan merepotkan dia. Kamu kaya gini sama aja kamu nyakitin diri kamu sendiri, ngerti?”
“kakak, tapi aku suka sama dia. Udah dari lama banget malah. Emang sih aku ga berhak buat ngelarang dia. Tapi mau gimana lagi hati aku sakit kak ngeliat dia sama orang lain. Kakak ga ngerasain sih apa yang aku rasain!” kataku sambil menanggis tersedu-sedu dalam pelukan kakak ku.
Ku rasa sudah cukup bagiku untuk menanggis di malam ini. Dan pundak kakak ku yang menjadi tumpuhan ku selama ini. Aku tidak tahu kalo tidak ada dia aku harus bercerita dengan siapa. Karena dialah yang setia menjaga dan melindungiku selama ini. Tentunya selain orang tua ku.
* * *
Pagi ini aku tidak masuk ke sekolah, semalam aku tidur jam 4 pagi dan badan ku mendadak lemas. Mungkin anemia ku kambuh, aku minta izin pada ibu ku dan dia membolehkan aku untuk beristirahat di rumah. Surat ijin sakitku aku titipkan pada tukang ojek langganan ku setiap kali aku terlambat ke sekolah. Dirumah aku hanya tiduran dan sambil sesekali online on twitter atau facebook. Aku bosan sekali tidak ada yang dapat ku kerjakan, di tambah lagi masalah kemarin yang masih terbayang di fikiranku.
Lewat twitter dan facebook aku memang terbilang frontal status-status ku tidak lepas dari perasaanku pada dia. Lalu aku update status lagi tentang dia “ kenapa kata-kata tidak sesuai dengan apa yang dia lakukan? Astaqfirullah, mudah-mudahaan di beri petunjuk yang benar untuk tidak menjadi orang yang munafik. Amin” setelah mencurahkan isi hatiku lewat facebook, ga lama kemudian teman- teman ku bayak yang comment. Aku berharap Iqbal tahu dan membaca maksud ku itu apa lalu segera mungkin merubah sifatnya selama ini.
Teman sekelas ku berkomentar yang macam-macam. Ada yang bilang dia emang munafik, ada yang bilang ga boleh gibah, di suruh sabar dan lain-lain. Namun entah mengapa ada salah satu kakak kelas yang memang sejak aku kelas satu dia tidak menyukaikku, dam beberapa kali aku sering di permalukan dengannya lewat jejaring sosial twitter. Namun aku tidak mau mempermasalhkannya karena aku menghargainya sebagai kakak kelas ku dan kebetulan juga dia adalah osis.
Tiba-tiba saja perasaan tidak enak ku muncul seketika, kakak kelas pmr ku yang bernama kak nissa mengirimkan ku sms. Isinya aku di suruh hati-hati dan jangan frontal, aku tidak tahu dan tidak mengerti apa maksudnya itu. Aku bakas bertanya megapa dia mengirimkan sms seperti itu kepadaku. Namun tak ada balasan dan aku membuka twitter aku lagi dan ternyata disitu sudah ramai kakak kelas dan para anggota osis yang lain menerorku lewat aplikasi di twitter, aku shock mengapa ini semua terulang kambali?
Aku habis-habisan di teror, mulai dari status ku tentang fatoni sampai kegiatan aku sewaktu pmr. aku bingung apa yang harus aku lakukan dan apa kesalahan aku? Menurutku ini hak semua orang untuk suka dan sayang sama siapa saja. Namun mengapa aku dilarang?
Dalam kesibukanku menanggapi satu per satu kata-kata meraka yang kurang berkenan, lalu teman teman ku datang dan membelaku. Kalo kaya ginikan sudah tidak di keroyok lagi akunya. Aku sedikit lega dengar support dari meraka semua. Dan aku rasa merekalah yang care denganku selama ini.
Akhirnya keputusan pun di buat, hari senin saat anak-anak osis berkumpul dan teman-temanku pun pada rapat untuk memusyawarahkan masalah sepele yang berkelanjutan ini. Munjelang hari-hari debat bersama anak kelas XII dan kelas XI aku sangat takut dan gugup sekali.
Akhirnya hari senin yang di nanti-nanti pun datang. Aku menghampiri sekretariat osis yang letaknya berada di samping sekretariat pmr. Disana hadir banyak sekali kakak kelas osis yang terdengar sangar dan menakutkan bagi adik kelas seperti aku ini. Sejujurnya aku takut sekali menghadapi mereka yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah teman-teman ku yang mendukung ku selama ini. Di ruangan yang sempit ini di padati oleh aku yang duduk di hadapan anak-anak osis ini. Dan tidak pula anak ekskul lain yang ingin menonton. Tepat di hadapan ku berdiri kak nissa, kak mutiara dan juga kak rani yang sudah membenci ku dari awal. Perdebatan pun di mulai.
“ehem.. kita mau diam saja disini dan menunggu siapa duluan yang berbicara?” ujar kak nissa kepada seluruh manusia yang berada di ruangan ini.
Aku angkat bicara “baiklah kakak-kakak ku yang saya hormati, sejujurnya saya tidak mengerti mengapa kita dapat berkumpul di dalam ruang ini dan membicarakan yang menurutku tidak perlu di permasalhkan..”
“apa lo bilang?! Ga perlu!! Lo fikir lo tuh siapa senaknya aja ngatain kakak kelas lo munafik! Mana katanya lo menghargai kakak kelas, tapi apa yang lo bilang lewat status lo tuh menyinggu kakak kelas lo sadar ga!?” ujar kak rani memotong pembicaraanku dan meninggikan kepala di hadapanku. Aku tidak dapat menjawab pertanyaannya dan lebih memilih diam dan bersabar. Dalam hati sebenarnya aku ingin pergi dan tidak ingin berada dalam acara tidak penting seperti ini.
“sebenernya status kamu itu untuk siapa sih dek?” tanya kak nissa memandangku tanpa menghiraukan pertanyaan kak rani.
“sebenarnya sih kakak ga perlu tau untuk siapa. Karena emang ga ada yang perlu di omongin dan di jelaskan disini. Orang yang aku bicaraka saja tidak ada disini.” Jawabku tenang.
“maksud lo Iqbal?” tanya kak mutia padaku.
“udah deh, kenapa sih urusan pribadi orang tuh di ikut campurin?” ujar ferdi yang sedari tadi tampangnya sudah geram melihat tibgkah osis yang tak berwewenang mencampuri urusan orang lain.
“diam lo! Ge ga ada urusan sama lo!” perintah kak rani pada fahmi, fahmi yang tak terima di bentak seperti itu dia maju dan berhadapan dengan kak rani yang tampangnya judes.
“heh, denger ya. Gue mau ribut sama cewek manja kaya lo. Dan gue Cuma ingin membela temen gue. Jadi lo ga perlu membentak gue. Ngerti lo?” katanya berhadapan dengan wajah kak rani yang semakin memanas di permalukan di ruangan itu. Kak rani mendorong ferdi yang tubuhnya kurus jagkung itu. Namun ferdi tak goyah sedikit pun. Dia tetap memandang kak rani sambil menunduk. Dan tak lama kemudian melayang tamparan kak rani ke wajah ferdi. Seluruh orang yang berada disana kaget dan tak menyangka seorang osis membulling adik kelasnya di dalam sekriat osis.
“kalian liat ya, gue di tampar sama kakak kelas osis di dalam sekteriatnya. Berarti dia telah melanggar suatu peraturan besar osis di sekolah ini. Dan gue akan melaporkannya pada bu dina biar dia tahu kelakuan osis yang sebenarnya tuh kaya apa. Kalian menjadi saksi disini.” Ujarnya meninggi dan menatap mata kak rani tajam-tajam.
Kak rani hanya diam saja dan tertunduk malu. Entah apa yang difikirkannya sekarang. Aku benar-benar tidak menyangka akan ada kejadian yang seperti ini. Ferdi pergi meninggalkan kita semua dengan penuh tanda tanya. Apakah yang akan dia lakukan? Apakah ingin mengadukan perlakua kaka rani kepada pembina osis ataukah pergi menyendiri entah kemana.
Sepeninggalan ferdi, kini ruangan osis menjadi sunyi dan tanpa suara. Semua orang yang berada disini mendadak menjadi bisu begitu pun aku yang sedari tadi hanya duduk terdiam, memandang lurus ke depan dan tanpa memikirkan apapun. Kini kak nissa angkat bicara.
“sekarang mau lo apaan ran? Puas lo mempermalukan nama osis di depan semua orang?!” bentak kak ara memecahkan kesunyian.
Kak rani tak menjawab ia hanya terdiam kaku di tempatnya. Temannya yang berada disamping kak rani menyenggolnya. Dia kaget dan salah tingkah.
“heh! Lo denger ga apa yang tadi gue omongin?” ujar kak nissa sewot.
“eh, engg.. tadi lo ngomong apa ya?” jawabnya polos.
“alah udah lah lupain aja. Sekarang semuanya bubar dan pulang! Ga ada yang masih di sekolah!” Perintah kak nissa pada semua orang yang berada di situ.
tanpa suara semua orang yang ada di dalam ruangan ini pun bubar.
“kecuali rani dan anis. Kalian berdua tetap berada disini!” lanjut kak nissa menghentikan langkah ku.
Perasaan tidak enak dan dag dig dug besar yang ada di hati ku mulai terasa getarannya. Entah apa yang ingin di lakukan kak nissa pada kami. Aku membalikan badan ku dan kembali ke dalam ruangan itu. Suasana kembali sunyi.
“ran, jelasin ke gue kenapa tadi lo nempar adik kelas. Lo mau di pecat sebagai osis?” ujar kak nissa yang kini tidak lagi dengan nada marah. Aku sedikit lega akhirnya emosi kak nissa menghilang seketika.
“sorry nis, tapi gue bener-bener ga sengaja. Gue ga bisa ngontrol emosi gue tadi dan akhirnya gue kelepasan nampar dia.”
“oh jadi lo bilang nampar orang ini suatu ke khilafan, gitu?”
Kak rani mengangguk kecil dan menatap mata kak nissa.
“oke, gue terima alasan lo. Dan gue harap besok lo bisa minta maaf sama adek kelas yang tadi lo tampar itu. Lalu mengakui kesalahan lo sama pembina osis. Lo ngerti?” ujar kak nissa bijak.
“tapi niss..”
“udah tenang aja, gue akan membantu lo ngomong sama bu diah.” Potong kak nissa dengan menepuk punggung kak rani yang terlihat pucat sehabis menampar ferdi tadi.
“oia, kalian berdua ada urusan apa sampai banyak orang yang terlibat?” tanya kak nissa tiba-tiba.
“kayanya gue rasa ini hanya urusan gue sama dia nis, lo bisa tolong tinggalin kita berdua disini?” minta kak rani pada kak nissa, aku hanya diam dan tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun. Kak nissa menatap ku tanda bertanya apakah aku bersedia di tinggal berdua dengannya. Lau aku mengangguk sedikit tanda tidak apa-apa.
“oh oke, yaudah kalian selsain masalah kalian aja. Gue juga masih ada keperluan lain. Gu tinggal ya.”
Sesaat dia pergi meninggalkan ku bersama kak rani. Perasaan tidak naman di hati ku muncul kembali, aku takut ada apa-apa pada diriku. Mengingat perlakuannya pada ku dulu.
“kak ada apa ya?” tanya ku.
“lo masih nanya ada apa?” jawabnya singkat.
“maaf kak, aku kurang ngerti apa maksud kakak.”
“lo tuh bego apa emang ga ada otak sih?” bentaknya membuat ku kaget.
“aduh kak, bener deh aku ga ngerti apa yang kakak omongin. Dan masalah yang di twitter itu aku juga ga ngerti kak kenapa kakak tiba-tiba ngeroyok aku dan teman-teman kakak.”
“prakkk..” suara meja yang berada di samping ku dan dia di pukul sekencangnya sampai membuat ku refleks menutup kupingku.
“lo tuh udah bener-bener buat gue marah ya!” serunya sampil melototiku seakan ingin memakan ku hidup-hidup. Aku bergetar ketakuan tidak tahu apa yang akan menimpa ku lagi. Aku benar-benar pasrah bila dia memang ingin memakan ku hidup-hidup. Aku tidak perduli.
“lo fikir gue seneng di permalukan kaya tadi? Lo fikir gue mau di keluarin dari osis hanya karena itu? Kalo bukan karena lo yang buat tingkah yang bikin gue geram, gue ga akan jadi banyak masalah dan malu kaya gini! Ngerti ga lo?!”
“maaf kak, tapi aku bener-bener ga sengaja buat kakak marah sama aku. Dan masalah temen aku yang tadi biar jadi masalah aku aja kak, aku ga mau masalah ini semakain membesar. Kalo memang kakak ga suka sama aku kakak boleh kok ngapain aku aja.” Pinta ku padanya.
“oke kalo itu mau lo, tanpa paksaan dari gue, gue minta lo buat elapin sepatu gue sampe bersih dan ga ada debu sedikit pun!” perintahnya sambil melemparkan serbet yang bergantung di samping pintu ruang osis.
Aku ragu untuk melakukan apa yang dia inginkan, aku sangat ragu dan bahkan aku tidak ingin melakukannya.
“kenapa diam? Ga mau!”
“enggg.. bukan itu kak, tapii..”
“Ayo cepet lakuin sebelum gue nindas lo habis-habisan!” ancamannya membuat ku takut dan akuhirnya aku pun menuruti apa maunya. Aku mengambil serbet yang berada tepet di sepatu kak rani dan mulai membersihkannya.
“cukup!” perintah seseorang setelah membuka pintu osis.
Aku menoleh dan melihat siapa yang datang. Aku terkejut setelah tahu bahwa suara itu adalah suara yang telah menggangguku selama ini. Bagas? Tanya ku dalam hati.
“gue udah denger dan udah merekam semuanya. Jadi gue minta cukup lo perlakuin dia seperti itu.” Ujar bagas sambil menghampiri kamu dan membangunkanku.
“ta tapi.. kenapa lo bisa ada disini?” tanya kak rani pada bagas namun tak di tanggapinya. Dia menerik tangan ku untuk ke sekian kalinya dam membawa ku tanpa ijin.
“bagaaasss....” teriakkan kak rani membahana saat aku dan bagas keluar dari ruangan itu.
Loh kenapa kak rani tahu bagas? Ada hubungan apa dia dengan kak rani? Tanya batin ku lagi.
* * *
Aku dibawanya ke dalam taman itu lagi, taman yang hanya dia yang tahu letaknya. Aku akui memang disini tempat yang paling cocok untuk mengasingkan diri dan melupakan masalah yang ada.
“bagas, kenapa lo tiba-tiba ada di sekolah gue?” tanya ku tanpa basa-basi, karena aku tahu dia tidak suka pada orang yang suka berbasa-basi.
“lo mau tahu?”
“buat apa gue tanya kalo gue ga mau tau?” ujar ku sedikit dongkol.
“karena gue disuruh kakak lo lagi buat ngejemput adek manjanya. Ngerti?” jawabnya singkat.
“kenapa harus elo?”
“jadi lo ga mau gue yang jemput lo?” tanya dia sambil menatap ku tajam. Jujur saja aku tidak suka di tatap seperti tatapannya saat ini, dan membuat ku melemah.
“bukan itu maksud gue, tapi kenapa kak raka nyuruh lo yang jemput gue. Kenapa ga dia aja?”
“lo tanya aja sendiri sama kakak lo” jawabnya singkat lagi.
“bagas..” panggil ku.
“mau tanya apa lagi nona cantik?” tanyanya kesal.
“kak rani kok bisa tahu elo sih?” tanya ku pendek. Namun tak ada jawaban. Dia hanya memandang lurus ke depan kolam ikan yang selalu dia pandangi saat berada disitu.
“bagaasssss...” panggil ku sebal sambil menggoyang-goyangkan tubuh jangkung kurusnya itu.
“kanapa sih lo tuh selalu mengusik ketenangan gue?” jawabnya sambil menatap mataku dalam-dalam. Aku hanya nyengir kuda, salting di pandang seperti itu.
Dia bangun dari tempat duduknya dan meninggalkan ku penuh ke heranan.
“woy, tungguin bisa kaliii...” teriak ku dari belakang.
Aku berlari kecil menuju arahnya berjalan. Di dekat kolam pasir aku melihat ada tukang ice cream, aku sangat menyukai ice cream. Lalu aku berlari menuju arah tukang ice cream itu. Namun tangan ku di tari bagas dengan cepat.
“aduh bagas ngapain sih lo?” ujar ku heran melihat sikapnya itu.
“ayo pulang!” perintahnya.
“tapi gue mau beli ice cream itu bagasss...” kataku sambil berusaha melepaskan genggaman tangannya.
“pulang atau gue tinggal?” ancamnya padaku. Aku sudah tak tahan lagi dengan apa yang dia lakukan seenaknya padaku.
“lapasin! Gue ga mau pulang bareng orang aneh kayak lo!” bentak ku sambil melepaskan genggaman tangannya, dan berhasil. Aku berlari menuju kolam pasir itu. Dan membeli ice cream vanilla dengan taburan chococochips di dalamnya.
“Yummy. Enak banget nih bang. Berapa harganya?” tanya ku pada abang yang menjualkan ice cream itu.
“murah neng Cuma 5rb aja kok.” Jawabnya sambil memberikan ice cream yang ku tujuk pada gambar di depan ku. aku mengeluarkan dompet pink di dalam tas ransel ku.
“nih bang” ujar bagas tiba-tiba di samping ku dan memberikan uang 10rb-an pada abang-abang ice cream itu.
“nih mas kembaliannya”
Aku menatap cowok jangkung yang berdiri disamping ku ini. Aku tidak mengerti mengapa dia tiba-tiba berubah fikiran.
“udah dapetkan ice cream yang lo mau? Sekarang kita bisa pulang?” tanyanya lembut padaku. Dalam hati ku tumben sekali cowok ini bersikap lembut padaku. Biasanya dia bertindak sesuka hatinya.
Sesampainya aku di depan pagar rumah, aku turun dan memberikan helm padanya. Lalu dia pergi begitu saja, sperti biasa, tanpa pamit maupun sepatah kata pun. Hello, susah ya Cuma bilang B-E-Y aja? Keluh ku dalam hati.
* * *
Aku berjalan menuju pintu kamar kakak ku yang tidak tertutup. Namun setelah aku melihatnya ternyata kakak ku tidak ada di dalam kamar. Lalu aku pun berjalan ke kamar ibuku. Ibuku sedang merapihkan lemari pakaian ayah ku. aku pun menghampiri ibuku yang sedang terlihat sibuk itu.
“ibu?” panggilku kepada ibuku.
“ada apa sayang? Kamu belum tidur? Besok ga sekolah?” tanyanya.
“belum ngantuk bu” sambil tiduran di paha ibuku yang sedang duduk di pinggir tempat tidur.
“kanapa sayang? Kamu ada masalah?” tanya ibuku lembut sembil meletakkan pakaian ayah ku di samping kepalaku dan mengusapkan rambut panjang ku yang sedang ku gerai.
“enggak kok bu, aku lagi nungguin kak raka aja, dia kok belum pulang bu?”
“oh itu, katanya dia menginap di rumah temannya malam ini”
“hah? Siapa bu? Kok dia ga ilang sama anis?” tanyaku sambil bangun dan duduk menatap wajah ibu ku.
“ibu lupa siapa namanya, tapi tadi sih siang-siang dia ngasih kamu buku yang ibu taruh di atas meja belajarmu”
“buku apa bu? Aku kan ga nitip buat beliin buku. Kak raka kok aneh sih bu sekarang?”
“apanya yang aneh?” tanya ibuku sambil meneruskan kerjaanya.
“eh engga deh bu, aku mau ke kamar dulu ya bu.”
Aku mencium pipi ibu ku dan lalu pergi menuju kamar ku untuk melihat buku yang kak raka berikan padaku.
Aku baru membaca cover belakangnya saja yang merupakan rangkuman dari buku ini. Aku sudah dapat menyimpulkan buku ini merupakan buku panduan asmara. Aku tidak mengerti mengapa kak raka mendadak membelikan buku padaku. Apalagi bukunya berhubungan dengan cinta, setahu ku kak raka sedang taidak ingin memikirkan yang namanya cinta. Apa lagi mempir ke toko buku untuk membeli buku percintaan. Buku ini mambahas masalah cinta, malai dari pertama kali rasanya jatuh cinta, hingga sampai merasakan patah hati dan keilangan cinta sejati.
Setelah aku membaca cover belakang dari buku tersebut kini mulailah aku membaca bab pertamanya. Puisi cinta, aku sangat menyukai segala jenis puisi. Mulai dari puisi tentang cinta hingga puisi comedy.
Saking asiknya aku membaca buku itu, aku sampai lupa bahwa sekarang sudah menunjukan waktu pukul 23.00. jam yang seharusnya aku sudah tertidur sedari jam 9 malam tadi. Aku menutup buku itu dan mulai memejamkan mataku. Hanyut dalam kesunyian kamar ku dan tertidur lelap berharap memimpikan hal yang indah sekali.
* * *
Pagi yang indah ini tak akan aku hancurkan dengan kebodohan ku seperti kemarin, hari memang harus lebih indah dari hari kemarin. Inginku dalam hati tersenyum menatap lurus dari pandanganku. Hari ini aku tidak terlambat seperti hari-hari sebelumnya. Tentu saja berkat buku indah yang ku baca semalam, memotivasi diriku untuk menjadi lebih baik.
Aku begegas mandi lalu bersiap-siap menuju kesekolah. Setelah selesai bersiap-siap kini saatnya aku turun kebawah dan menuju meja makan untuk sarapan siang bersama inu dan ayah ku yang telah pulang dari dinasnya kemarin.
“pagi semuanya” sapaku pada kedua orang tua ku dan juga mbak asri.
“pagi sayang” jawab ibuku yang sibuk menyiapkan sarapan kami bersama mbak asri.
“kamu ga terlambat lagi?” tanya ayah ku yang sedang duduk sambil membaca koran, menunggu sarapannya siap.
“ish ayah ngeledek nih?” jawab ku menyibirkan bibir ku.
“hehe.. iya iya sayang, ayah membelikan kamu oleh-oleh dari bandung tuh. Kamu suka ga?” ujar ayahku mengeluarkan pelastik hitam di samping kursinya.
“waw.. apaan nih yah?” tanya ku senang.
“liat aja sendiri”
Aku membukanya dan meliat apa yyang ada di dalamnya, ternyata buku diary berwarna biru muda dengan bintang besar di tengahnya. Beserta kunci dan gembok diary tersebut. Aku senang sekali mendapatkan oleh-oleh dari ayah ku tersayang.
“wahh.. makasih ya ayah” kataku sambil memperlihatkan senyum termanis ku.
Setelah selesai sarapan kini saatnya aku berangkat kesekolah dengan di antar ayah. Aku berpamitan pada ibu di depan pagar rumah.
“aku berangkat ya bu” kataku setalah saliman tangan dan mencium pipi ibuku.
“iya, hati-hati ya sayang” jawab ibu.
Aku masuk ke dalam mobil sedan alto berwarna hitam milik ayahku. Dan mulai melaju menuju sekolahan, sekolah ku memang terletak ditengah-tengah perumahan. Tidak ada angkot yang melewati depan sekolah ku, jadi jika tidak di antar oleh ayah ku, paling tidak aku naik ojek daro depan kompleks rumah ku.
Sebelum sampai di depan pagar sekolah, aku bersiap-siap mengenakan tas ku dan mengambil kamus besar yang selalu ku bawa jika ada pelajaran bahasa inggris.
“kamu nanti pulang ga ayah jemput gapapa kan? Katanya sekarang kamu sudah ada yang menjemput ya?” ujar ayah ku sambil memarkirkan mobil di pinggir jalan depan pagar sekolah.
“hemm.. iya deh yah gapapa” jawabku lalu mencium pipi ayah ku dan keluar dari dalam mobil.
Di depan teras sekolah ku banyak guru-guru yang berjejeran di depan untuk meliahat anak didiknya satu persatu datang kesekolah. Aku mulai bersaliman dengan guru-guru itu dan memberikan senyum sambil mengucapkan salam selamat pagi. Menurut ku pagi ini tidak terlalu buruk, belum ada masalah yang terliat di pagi ini.
Hari ini aku mengikuti pelajaran seperti biasa. Sampai jam pulang sekolah aku bersama ica dan ferdi dua teman ku yang dekat denganku saaat ini sedang memakan somai mang dadang di kantin.
“fer, gimana masalah lo sama si rani itu?” tanya ica setelah melahap somainya.
“ssttt.. lebih baik jangan ngobrol di kantin deh ga aman tau” aku mengingatkan mereka untuk lebih berhati-hati.
“alah, perduli amat sih nis. Biarin ajalah jangan takut selama kita ga salah” ujar ferdi selesai memakan somainya.
“tau nih nis, lo jangan mau di tindas gitu dong sama mereka. Lo harus punya harga diri dan mental yang kuat untuk menghadapi mereka” tambah ica.
“bukan apa-apa, gue Cuma ga mau ada masalah lagi aja. Masalah yang kemarin aja belum selsai. Masa sih udah ada masalah yang baru lagi. Gue mau belajar dengan tenang disekolah ini.” Jawab ku sambil memperhatika di sekeliling ku. apakah ada yang menguping percakapan kami atau tidak.
“oh, gimana fer masalah lo kemaren? Enak ga di tampar sama dia. Hahaahaa..” ledek ica sambil tertawa dengan mulut penuh makanan.
“ah sialan lo ca, lo mau ngerasain? Sini mana pipi lo.” Jawab ferdi dengan mengambil somai ica yang tak habis-habis dia makan.
“lo masih laper fer?” tanya ku.
“iya nih nis, kenapa? lo mau beliin gue lagi?” ujar ferdi cengengesan.
“hoo.. rugi bandar gue beliin lo. Mending lo abisin deh nih somai gue. Udah kenyang gue”
“hahaaa.. kasian banget lo fer dikasih yang bekas sama annis.” Ledek ica lagi.
“ah bodo deh, yang penting gue kenyang. Emang elo pelit.” Jawab ferdi mengambil piring somai di hadapan ku.
“udah selssaikan? Pulang yuk”’ ajak ku pada kedua temanku ini.
“ayok, udah kenyang gue” jawab ferdi dengan gayanya yang kampungan dan mengelus-elus perutnya yang buncit itu.
“dasar perut gentong! Yaudah yik pulang” timbal ica yang bangun daritempat duduknya.
Aku senang sekali hari ini tidak ada masalah, justru aku menemukan kecerian hari ini. Bersama ica dan ferdi. Ica yang pintar dengan menggunakan kaca matanya tidak terlihat cupu. Justru malah terlihat dewasa dan cantik dengan lesung pipinya yang membuatnya terlihat manis bila tersenyum. Dan ferdi yang kocak mampu membuat suasana yang buruk berubah menjadi ceria dengan gayanya yang kocak dan ngejayus itu.
Aku ke depan bersama kedua teman ku. ferdi yang membawa motor mengambil motornya yang di parkir di parkiran samping sekolah, sementara ica yang sudah di jemput supirnya langsung menghampiri pak tono supir pribadinya. Di depan pagar aku menemukan sosok bagas yang sedang menungguku. Tapi dengan mengobrol sama orang yang sepertinya aku mengenalinya. Aku menghampirinya,
“hai” sapa ku dengan senyuman. Seorang cewek yang berada di hadapan bagas tiba-tiba berbalik badan dan melihat ku. ternyata dia kak rani.
“mau langsung pulangkan?” tanyanya tanpa menjawab sapaan ku.
“hemm.. oke deh” jawabku.
Kak rani pergi meninggalkan aku dan bagas tanpa sepatah kata pun
“nih helm nya, lain kali kalo mau lama pulangnya kabarin gue dulu, jadi guekan ga perlu nunggu lo lama-lama.” Ujarnya sambil menyalakan motor ninjanya itu. Aku memangang pundaknya dan duduk di atas jok motornya.
“loh, tapikan tadi lo abis ngobrol dengan kak rani. Jadi ga lama dong lo nunggu guenya. Lagi pula gue juga ga punya nomer hp lo.” Jawab ku. bagas mengenakan helm-nya dan menggas kencang motornya. Aku memegang pinggangnya dan mulai hanyut dalam keramaian jalan raya.
Di lampu merah aku dan bagas berhenti, tumben sekali anak ini mematuhi lalu lintas, biasanya dia tidak mengenal peraturan lalu lintas. Lampu merah saja dia anggap seperti lampu hijau dan serasa jalanan ini miliknya. Aku melihat kesamping kanan motor yang ku naiki, setelah ku lihat dan perhatikan dengan seksama ternyata disamping motor kami ada motor yang sangat ku kenal plat nomernya, helm, sarta merk motor tersebut.
Dan ternyata firasat ku benar ini memang motornya kak Iqbal bersama kak mutia, aku melihatnya dan dia juga memandangiku. Aku kaget ketika Bagas memegang erat tanganku dan menari tanganku yang. Aku pun mendekat pada pundaknya. Persisi seperti orang yang sedang bersandar. Aku ingin melepaskan tangananku dari genggaman dia yang sangat keras. Namun usaha ku sia-sia, tenaganya menggengam tangankulebih besat dari pada tenaga ku untuk melepaskannya.
Lampu merah sudah berganti dengan lampu hijau, tandanya untuk melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti. Kak Iqbal mendahului kami yang baru saja bersiap untuk jalan. Namun Bagas pun tak mau kalah, dia malah menancap gas motornya kencng-kencang. Dan perempatan yang ramai itu pun menlakson kami, tanda berhati-hati. Kak Iqbal yang tadinya berada didepan kini terbalap oleh Bagas.
Sepenjang jalan pulang Bagas dan Iqbal pun berbalapan liar tanpa aba-aba. Dan sampailah di perempatan kedua yang sudah tak jauh lagi dari rumahku. Disana Bagas menggeber-geberkan gas motornya yang belum dia masuki gigi. Disusul oleh kak Iqbal dan kak Mutia. Aku tidak mengerti mengapa harus ada adegan seperti ini, dan mengapa kak Mutia tak terlihat khawatir seperti kekhawatiranku saat ini. Aku sangat heran dan tak mengerti.
Lamu merah kini belum berubah menjadi lamu hijau, namun telah berganti warna menjadi lampu kuning. Belum sempat ada aba-aba lampu hijau, tapi Bagas telah menancapkan gasnya. Aku memeluknya erat-erat dan memejamkan mataku.
“teeettttttt... buuuukkkkk....” bunyi tlakson kencang sekali terdengar di telinga ku. di susul bunyi benturan yang keras.
Sesaat rasanya sakit, namun kini Rasanya seperti terbawa angin yang sangat kencang dan melayang ke atas awan yang lembut lalu di peluk oleh seseorang dan rasanya sangat hangat sekali. Aku larut dalam mimpi hampa.

Bab Dua 


“Bagas, lo mau kemana?” tak ada jawaban, orang yang berdiri di depan ku tersenyum dan lalu pergi membelakangiku.
“Bagaaaasssss...” panggil ku pada lelaki itu.
Aku berlali mengejar bayangan itu, ketemu. Di sebuah taman yang sangat indah dan sungai yang mengalir tenang.
“Bagas?” tanyaku pada seseorang yang duduk di samping sungai itu.
“lo bener Bagas kan?” tanya ku lagi. Dia hanya tersenyum, aku heran dan tak mengerti maksud dari semua ini.
“annis, maafin gue ya. Karena gue lo jadi seperti ini.” Katanya berdiri dan kemudian menggenggam kedua tanganku. Aku semakin tak mengerti.
“ada apa? Kenapa gue ada disini bersama lo?” tanya ku heran. Aku di peluknya sekarang. Dan dia menghilang dalam sunyi.
“BAGGAAASSSSS....” teriak ku kencang.
“annis, kamu udah bangun nak?” tanya ibu ku yang menanggis sedu-sedu.
“aku dimana bu? kok ibu nanggis?”
“lo abis kecelakaan.” Jawab kak Raka.
“apa? Kapan? Kok gue ga sadar?” tanya ku polos.
“sudah-sudah kamu istirahat aja nak. Kamu baru siuman selama 2 hari tertibur disini dalam keadaan koma.” Ayah ku berbicara.
“APA??” tanya ku heran. “jadi aku abis kecelakaan dan koma disini selama 2 hari? Bagas mana kak?” aku bangun dari tempat tidur ku.
“sudah ya nis, kamu tiduran saja. Jangan khawatir, dia gapapa kok” ibu ku menenangkanku. Aku luluh dan kembali berbaring di atas tempat tidurku.
“ibu, ayah aku boleh ngomong berdua kak Raka?” pintaku.
“Kenapa tidak sayang? Yasudah ibu dan ayah keluar dulu ya cari makan” Ibuku keluar bersama ayah ku. kini hanya ada aku dan kakak ku di ruangan asing ini.
“kak, bagas dimana sekarang?” tanya ku pada kakak ku yang terduduk diam dalam lamunannya. “kak?” panggil ku.
“iya kenapa dek?”
“Bagas dimana kak? Aku tadi mimpi dia meluk aku dan lalu pergi niggalin aku kak.” Kataku.
“Bagas baik-baik aja kok dek” jawab kakak ku tersenyum.
“kakak ga lagi bohongin aku kan kak?” tanya ku lagi.
“dek, kakak mau jujur sama kamu tapi kamu jangan tanya kenapa ya?” ujar kakak ku. aku tak mengerti, aku ingin bertanya mengapa tapi tidak di perbolehkan dengannya. Akhirnya aku hanya mengangguk pelan dan mengambil posisi duduk.
“dua hari kemarin saat kamu di jemput sama Bagas, dia membawa motor dengan kelajuan cepat. Dan di perempatan dia di tabrak oleh metromini yang sedang dalam kecepatan tinggi juga. Kamu dan dia terlempar jauh. Kamu hanya terlempar ke samping jalanan yang kebetulan di selimuti rumput, sedangkan bagas terlempar jauh sekali dari tempat kejadian. Helm yang ia kenakan pun pecah, kepalanya bocor dan sekarang dia masih di ruangan icu.” Kata kakak ku menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
“jadi, sekarang dia masih di ruang ICU dan masih di Otopsi kak?” tanya ku histeris.
“iya dek, kamu ga traumaka?” tanya kakak ku.
“kak, aku mau lihat keadaan dia sekarang.” Perintahku.
“tapi kamu masih baru sadar, dan kalo ayah sama ibu tahu bisa-bisa kakak kena marah sama mereka”
“kalo kakak ga mau ngantrin aku gapapa, aku bisa jalan sendiri” ancam ku.
“eh jangan, itu lebih parah. Yaudah kakak anterin kamu, tapi ga lebih dari sepuluh menit ya”
“iya kak” jawab ku singkat. Dan kakak ku mengambil kursi roda dan memapangku menduduki kursi roda itu beserta infusan di tangan kiriku. Aku di bawa oleh kakak ku menuju ruangan tempat Bagas berada.
“ini tempatnya dek, kamu mau kakak tinggal apa kakak temenin?” tanya kakak ku.
“kakak tinggalin aku aja” jawab ku.
“oke, kakak tinggal ya, lima menit lagi kakak masuk kedalam” kata kakak ku dan beanjak pergi meninggalkan aku dan bagas yang sedang berbaring tak berdaya dalam tempat tidur.
“bagas lo kenapa?” tanya ku dan tanpa jawaban. Aku menanggis tanpa ku sadari. Tangan ku mendekati tangannya dan memegang tanagnya yang terdiam tanppa repon. Muka tenangnya yang biasa ku liat sekarang tanpak datar dan pucat. Tangisan ku semakin deras dan membasahi tanagnnya, aku dapat merasakan bahwa dia masih ada di sekitar sini dan melihat ku berada disampingnya.
“Bagas cepet sadar ya, kalo lo sadar kitakan bisa pulang bareng lagi sama-sama. Gue kangen lo nyuekin gue, tapi tak seperti ini mata lo yang terpejam. Bagas gue pengen ngebut di jalan lagi kamo lagi macet pulang sekolah. Bagas gue mau sadar dan mandang dalam mata gue. Gue kangen lo bagas, gue kangen sama lo. Gue ga mau lo pergi bagas.” Ujar ku seraya menanggis dan tertundi\uk disamping tempat tidurnya. Dan kini aku merasakan jika dia sedang menggenggam tanagn ku dan membelai rambut ku. aku memiliki perasaan yang beda sekarang perasaan kasihan dan bersalahku padanya.
Aku memandang wajahnya yang putih pucat, bibirnnya berwarna pink kemerahan, hidungnya yang mancung dan terdapat kumis halus di bawah hidungnya. Dia terlihat tampak tampan dan tidak seperti biasa, mukanya yang judes dan menyebalkan itu. Aku tersenym memangdangnya, tersenym dia terlihat lebih bahagia dan tenang. Aku melepaskan genggaman tanganku dan menghapu air mata ku sebelum di lihat oleh kakak ku.
“udah selsai dek?” tanya seseorang si belakanku. Aku membalikan badan ku dan melihatnya.
“eh kakak, udah kok kak. Yuk kita balik lagi ke kamar ku yang tadi.”
“oke deh” jawab ku dan kakak ku membawaku kembali keruangan yang tadi ku tiduri.
* * *